Minggu, 05 April 2015

Strategi Media

NAMA                        : SARTIKA TOWAPO
NIM                            : 291 413  035
JURUSAN                  : ILMU KOMUNIKASI
TUGAS UTS              : STRATEGI MEDIA

1   Pengantar strategi media 
     Dalam Teori Media Klasik Marshall McLuhan, mengatakan bahwa manusia beradaptasi terhadap lingkungan melalui keseimbangan atau rasio pemahaman tertentu, dan media utama dari massa tersebut mengahadirkan rasio pemahaman tertentu yang mempengaruhi persepsi. Didalam teori Komunikasi - LittleJohn  pada Teori Media Baru Pada tahun 1990, Mark Poster meluncurkan buku besarnya, The Second Media Age, yang menandai periode baru dimana teknologi interaktif dan komunikasi jaringan, khususnya dunia maya akan mengubah masyarakat. Teori Komunikasi – LittleJohn. Pengertian Hubungan pers (press relations) adalah upaya-upaya untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Hubungan dengan Pers Wilayah PR yang paling mencolok adalah hubungan dengan pers, karena dalam masyarakat industri yang sudah bebas buta huruf, pers merupakan wahana komunikasi massa yang utama. Public Relation – Naniek Afrillia Framanik  Media yang digunakan,  Media cetak (koran, majalah, dll), Media elektronik (TV, radio, dll), Media online.
Semua petugas harus punya sikap dasar dalam relasi media: “Melayani media”. Sering dijumpai, petugas kehumasan bersikap siaran pers yang dikirimkan ke media harus dimuat persis seperti apa adanya, tanpa perubahan. Seolah-olah merupakan suatu dekrit resmi yang harus dimuat persis sama. Public Relation – Naniek Afrillia Framanik  Prinsip-prinsip Menciptakan dan Membina Hubungan Pers dengan Baik. Memahami dan melayani media Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya Menyediakan salinan yang baik Bekerja sama dalam penyediaan materi. Menyediakan fasilitas verifikasi Membangun hubungan personal yang kokoh. Beberapa Hal yang Sangat Penting dilakukan Praktisi PR. Hubungan PR dengan wartawan bersifat profesional. PR harus mengetahui seluk-beluk dunia wartawan atau jurnalisme, termasuk irama kerja wartawan di tiap jenis media massa serta fungsi media massa. PR juga harus/perlu memiliki kemampuan praktik jurnalisme, PR harus mampu mengenal wartawan dan redaktur secara personal. PR jangan bersikap diskriminatif terhadap wartawan/media massa.
Di era sekarang ini, media memiliki peran dalam menyampaikan berita fakta atupun sebagai penyebar informasi dari berbagai pihak yang berkepentingan. Disinilah peran media harus jelas dan berimbang, disatu sisi media berperan sebagai jembatan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, sebaliknya disisi lain media juga berperan menyebarkan suatu informasi tertentu untuk kepentingan pihak tertentu kepada masyarakat. Pada jaman sekarang telah berkembang pesat berbagai macam jenis media massa. Mulai dari televisi, radio, surat kabar, dan lain sebagainya dapat dimanfaatkan sebagai media di era informasi media untuk saat sekarang. Sehingga media merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Peran media yang sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi yang benar adalah hal utama yang harus dilakukan media, dari sinilah asas orang-orang media yang independent, non-partisan, menjunjung kode etik jurnalis dijalankan. Lebih dari pada itu, seorang jurnalis atau wartawan harus memiliki berbagai pengetahuan yang merata di segala bidang, teritama dibidang dimana seorang wartawan ditempatkan.
Public Relations dalam suatu organisasi/perusahaan harus menjalin hubungan baik dengan pihak media. Hal ini penting, karena disatu sisi pihak media mendapatkan sumber berita yang berkualitas dengan penjelasan yang detail tanpa harus menganalisis berita, kemudian disisi lain pihak perusahaan mendapatkan kesempatan untuk mempublikasikan diri di media yang bersangkutan. Untuk kedepannya kedua pihak harus terus bekerjasama, karena dengan itulah salah satu alternative dari kedua belah pihak dapat tercapai, yaitu publikasi yang didapatkan perusahaan, khususnya pihak Public Relations untuk menjelaskan secara detail tentang perusahaannya diberbagai media, sedangkan lingkungan media terus mendapatkan tantangan dengan semakin berkembangnya era informasi, sehingga liputan berkualitas yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat dapat dipenuhi.
Didalam strategi media itu ada yang namanya perencanaan media. Perencanaan media merupakan proses penyusunan rencana penjadwalan yang menunjukkan bagaimana waktu dan ruang periklanan akan mencapai tujuan pemasaran. Perencanaan media harus dikooordinasikan dengan strategi pemasaran dan aspek-aspek lain dari strategi periklanan. Di samping itu juga Strategi Media Menentukan Tujuan Media, dasar perencanaan media; Jangkauan Persentase audiens sasaran yang diekspos sekurang - kurangnya satu kali dengan pesan pemasang iklan selama jangka waktu tertentu. Beberapa faktor yang menentukan jangkauan kampanye pemasangan iklan: Banyaknya media yang digunakan, Jumlah dan keragaman sarana media yang digunaka,  Pembedaan bagian-bagian hari saat iklan ditayangkan.
Tak hanya itu strategi media: Menentukan Tujuan Media, Frekuensi; Jumlah waktu rata-rata, dalam periode empat minggu di mana para anggota audiens sasaran diekspos kepada sarana media yang termasuk dalam jadwal media tertentu, kemudian  Bobot; Gross Rating Points merupakan indikator jumlah bobot kotor yang dapat disampaikan jadwal periklanan tertentu. Secara aritmatika, Gross rating points merupakan hasil dari jangkauan dikalikan dengan frekuensi. GRPs = Jangkauan (J) x Frekuensi (F)
Strategi Media dalam GRPs pada praktik. Dalam praktiknya, penentuan GRPs dilakukan dengan menjumlahkan peringkat yang diperoleh setiap sarana. Peringkat: bagian dari audiens sasaran yang diekspos kepada suatu kejadian di sarana periklanan di mana merek pemasang iklan diiklankan. Effective Rating Points (ERPs); Muncul sebagai evaluasi terhadap GRPs. ERPs menunjukkan efektivitas media, yang mengukur seberapa seringnya para anggota audiens sasaran mempunyai kesempatan untuk diekspos dengan pesan - pesan periklanan atas merek fokal.

Pada strategi media, Kontinuita; Bagaimana iklan dialokasikan selama ditayangkannya suatu kampanye periklanan.  Jadwal yang kontinu Jumlah uang yang sama diinvestasikan sepanjang kampanye. Pulsing Digunakan beberapa iklan selama setiap periode kampanye, tetapi jumlahnya sangat bervariasi dari periode ke periode. Flighting Pemasang iklan mengeluarkan biaya yang bervariasi selama kampanye dan tidak mengalokasikan biaya pada beberapa bulan.
Tidak ada satu strategi media yang mutlak akan berhasil dilakukan. Hal tersebut tergantung pada berbagai faktor. Terdapat dua model periklanan; Kuat,  “periklanan penting untuk mengajarkan konsumen mengenai merek dan mendorong pembelian”. Lemah, “iklan hanya untuk mengingatkan konsumen tentang merek-merek yang biasanya sudah terkenal”. Dengan berbekal pengetahuan akan kekuatan merek, maka pemasar akan dapat menentukan model apa yang akan digunakan.

2   Hubungan PR dengan media massa
Ternyata di dalam membina hubungan PR dengan media menimbulkan banyak pertanyaan tentang bagaimana praktik dan fakta yang ada dilapangan serta banyaknya organisasi yang tetap memilih/menujuk seorang media relations dari luar organisasi, ini tentu tidak bisa disama ratakan. Pertama mungkin saja dalam departemen PR (humas) organisasi tersebut belum memiliki staff media relations yang memang dekat dan memiliki hubungan baik dengan media atau lebih pada soal efektivitas dan simplisitas. Tak ada yang salah dengan dua pertimbangan ini. Karena urusan menjaga, menjalin dan membina hubungan baik dengan media memang bukan sesuatu hal yang mudah. Secara sederhana bisa diilustrasikan bahwasanya menjalin hubungan baik dengan media ini seperti halnya kita menjalin hubungan dengan pasangan. Sangat kompleks dan banyak hal yang musti diperhatikan. Dengan demikian tak ada salahnya organisasi mempercayakan hal ini kepada orang yang memang memiliki selain network ke media juga kedekatan hubungan dengan masing-masing media termasuk memahami secara baik seluk-beluk media massa. Terlebih dewasa ini telah banyak jasa media relations uang ada, baik itu secara personal maupun ada terorganisir.
Faktor lainnya adalah biaya. Kebanyakan jasa media relations yang ditawarkan selain sangat terjangkau, hasil yang diberikan pun juga cukup professional dan memuaskan. Hal tersebut mungkin dianggap lebih praktis bagi beberapa organisasi, namun demikian bagi sebagian organisasi lainnya lebih memilih menggunakan jasa PR secara menyeluruh dengan mengundang atau menunjuk perusahaan yang bergerak di bidang PR Consultant atau tak sedikit organisasi yang memilih memberdayakan peran dan fungsi PR di dalam organisasinya dengan mengikutsertakan staff PR, corporate secretary atau external communications atau departemen lain ke berbagai pelatihan baik secara general membahas tentang PR atau secara khusus tentang media relations yang di dalamnya terdapat banyak hal mulai dari pemetaan media (mediascape), pemahaman alur kerja media hingga bagaimana cara berhadapan dan menjalin hubungan dengan media, bagaimana membuat sebuah event yang menarik dan melibatkan media serta aspek-aspek lainnya hingga teknik penulisan naskah Public Relations. Hal ini bisa jadi adalah pilihan tepat guna mencetak staff yang handal berkenaan dengan komunikasi sehingga mampu menjalankan fungsi PR sebagai jembatan antara organisasi dengan publiknya.
Fakta yang terjadi dilapangan, baik media relations officer maupun independent media relations menjalankan fungsinya lebih dari sekedar menjalin dan menjaga hubungan baik kepada para wartawan (media) dengan berusaha secara aktif memenuhi kebutuhannya akan informasi guna mendapatkan publisitas bagi organisasinya. Seorang media relations officer atau independent media relations juga harus menjalankan fungsinya dalam mempersiapkan, mengatur dan menyelenggarakan event (press conference / editor gathering / lainnya) termasuk juga melakukan fungsi memonitor, kliping dan menganalisa publisitas (atau sering disebut sebagai aktivitas event management) yang ada terkait dengan pemberitaan organisasi.
Di tingkatan ini, media relations officer setelah menyelesaikan tahapan-tahapan dalam event management hingga membuat sebuah report dari kegiatan publisitas tersebut kemudian menyerahkannya ke public relation officer / manager yang selanjutnya dibahas di tingkat manajemen. Hasil dari kegiatan ini kemudian bisa digunakan sebagai masukan maupun bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan organisasi selanjutnya. Seorang media relations officer kemudian kembali menjalankan fungsinya dalam berusaha menjalin dan membina hubungan baik dengan media termasuk menindak lanjuti program publisitas yang diselenggarakan. Ada beberapa kegiatan yang biasa dilakukan setelah event berlangsung yang bertujuan untuk tetap menginformasikan program dari kegiatan yang telah dijalankan. Misalkan acara tersebut adalah acara press conference dalam rangka ”Paparan Publik dan Penawaran Perdana Saham (Initial Public Offering / IPO). Untuk jenis kegiatan ini kerja media relations belumlah selesai setela menyerahkan laporan publisitas atas kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan ada langkah-langkah lanjutan terkait dengan program IPO sebuah perusahaan, yakni waktu bookbuilding, kemudian tahap masa penawaran, masa penjatahan dan masa pencatatan di Bursa. Untuk event ini kerja seorang media relations dituntut sangat ekstra keras dan senantiasa mengikuti perkembangan disatu sisi dan di sisi lain seorang media relations juga secara continue akan dihubungi oleh pihak media yang selalu ingin tahu perkembangan program organisasi. Sehingga selain kecepatan informasi yang dibutuhkan media harus dipenuhi, seorang media relations juga harus pandai-pandai dalam menghadapi media dan manajemen. Waktu kerja dan tingkatan tuntutan kerja seorang media relations dalam event ini tentu akan berbeda dengan event lainnya, seperti event launching, special event, event RUPS, dan event lainya yang bersifat sekali selesai. Di sinilah seorang media relations juga menjalankan fungsinya sebagai seorang event organizer. Bedanya event organizer (eo) secara umum bersentuhan dengan publik yang luas sedangkan seorang media relations yang event organizer ini lebih fokus pada media sebagai publik.
Dari pemaparan di atas, kalau boleh disederhanakan pemahaman akan fungsi dan peran media relations officer dalam organisasi adalah menjalankan fungsi dan perannya sebagai eksekutor atau perpanjangan tangan dari rencana dan program PR, namun demikian jika dilihat dari praktiknya dilapangan, seorang media relations officer adalah event organize bagi organisasi. Berbeda dengan seorang independent media relations, dalam organisasi biasanya selain menjalankan program dan rencana PR dari organisasi yang menunjuknya juga dituntut secara kreatif dan inovatif untuk memberikan sebuah program media yang baik dan menguntungkan. Lebih jauh, seorang independent media relations juga harus memberikan service yang menyeluruh mulai dari konsep, perencanaan dan penanganan event maupun dalam menghadapi media termasuk mempersiapkan konsep dan format undangan media, prss release yang kemudian dikemas dalam bentuk press, kita juga secara professional menjalankan tugasnya dalam melakukan monitoring, tracking, analisa dan reporting.
Sekali lagi, seiring dengan perkembangan dan tuntutan jaman menurut saya tak ada salahnya bagi individu yang memutuskan untuk terjun secara professional menjadi seorang media relations. Tentu saja penguasaan akan hal teknis, netwoking yang bagus kepada media, pemahaman tentang public relations, kemampuan menganalisa dan menanggapi perkembangan opini publik serta penguasaan aspek-aspek terkait dengan peran dan fungsi Public Relations menjadi syarat mutlak. Penguasaan teori itu sangat penting, namun kesiapan menghadapi dunia nyata terkait dengan dunia komunikasi dan khususnya media menjadi hal yang tak kalah pentingnya.
Media berfungsi sebagai sarana penyebarluasan informasi tentang perusahaan kepada khalayak. Public relations harus memandang media sebagai mitra kerja yang saling mendukung, media adalah patner kerja Public relations. Public relations bertanggung jawab menyampaikan dan menerima informasi dari khalayak sedangkan media bertanggung jawab menjalankan hak publik untuk memperoleh informasi. Maka hubungan PR dengan media itu saling berkaitan erat dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Namun tidak bisa dipungkiri, dalam realita praktik Public relations masih muncul perbedaan mendasar   antara Public relations dan media. Perbedaan ini terjadi karena Public relations dianggap representasi perusahaan dan media adalah representasi khalayak. Sebagai representasi perusahaan, tentu Public relations berupaya meningkatkan citra positif melalui media. Sebagai representasi khalayak, media berupaya kritis terhadap informasi yang disampaikan Public relations.
Wujud nyata dari perbedaan ini tampak pada prinsip yang diakui oleh para praktisi Public relations, yaitu: “Bad news is good news”. Artinya peristiwa yang buruk atau negatif tentang perusahaan cenderung ”disukai” pers. Tanpa diundang atau disuruh, pers dengan cepat dapat “mencium” peristiwa itu dan dengan senang hati memberitakannya. Bahkan bisa jadi peristiwa yang semula berskala kecil menjadi besar. Tugas berat Public relations adalah menjaga agar jangan sampai muncul informasi negatif tentang perusahaan yang dimuat media. Sekali informasi negatif muncul di media, maka opini publik bisa terbentuk dengan cepat. Dampaknya citra perusahaan akan jatuh. Keberhasilan Public relations dalam mencegah munculnya informasi negatif ini bisa dijadikan indikator keberhasilan kerja seorang Public relations. Seperti prinsip: “Bad news is bad public relations” (berita buruk adalah Public relations yang buruk). 
Mengapa “berita buruk tentang perusahaan dianggap Public relations yang buruk?”. Terlepas dari sifat media yang disebut di atas yang cenderung berbeda dengan Public relations, sebenarnyap Public relations bisa mengurangi munculnya berita-berita yang negatif. Berita-berita negatif dipandang dari pendekatan Public relations dimungkinkan terjadi karena: Tersumbatnya saluran komunikasi antara perusahaan dengan karyawan, dengan konsumen, dan lainnya termasuk dengan media;   PR gagal memposisikan sebagai “dominat-coalition”, baik di level top-management atau pun di level grass-roots;  Hubungan media yang kurang baik, akses media untuk memperoleh informasi terbatasi atau media tidak puas terhadap informasi yang disampaikan perusahaan.
Seiring dengan perkembangan yang ada dan tingginya kebutuhan organisasi akan tenaga yang menguasai secara baik seluk beluk media dengan network dan kedekatannya, kini tumbuh dan berkembang pula jasa yang mengkhususkan pada bidang media relations ini. Dua hal ini menjadi pertimbangan utama dalam penyuguhan materi media relations antara teori dan fakta dilapangan selain juga adanya permintaan tentang bagaimana menggunakan media massa untuk keuntungan perusahaan atau juga buat keuntungan diri anda sendiri. Tentu sudah sangat dimengerti bahwa secara teori, media relations memiliki fungsi atau peran pertama berkenaan dengan komunikasi, kedua berkenaan dengan pemberian informasi atau memberi tanggapan pada pemberitaan media atas nama organisasi atau klien. Kenapa demikian? Hal ini lebih dikarenakan dewasa ini media massa sudah menjadi bagian dari banyak orang. Nyaris tak ada kegiatan yang tak melibatkan media massa dalam kehidupan kita. Oleh karenanya, organisasi mau tidak mau membutuhkan sebuah hubungan baik dengan media yang oleh praktisi PR menjadi salah satu roh penting dalam aktivitas Public Relations.
Frank Wylie (mantan ketua Masyarakat Public Relations Amerika (PRSA/Public Relations Society of America) — dalam Interpreter, mei 1997 mengemukakan sebuah penemuan yang menarik terkait dengan aktivitas atau kerja seorang Public Relation Officer. Dalam uraiannya ini Frank memilahnya menjadi antara Senior Public Relations Officer dan Junior Public Relations Officer tentang bagaimana masing-masing menjalankan fungsinya. Menurutnya, Public Relation Officer (Senior) 10% waktunya dihabiskan untuk hal-hal teknis, kemudian 40% nya untuk urusan administratif, dan sisanya 50% untuk menganalisa dan menilai. Kemudian bagi junior public relations officer, 50% waktunya dihabiskan untuk hal-hal teknis, kemudian 5% nya untuk urusan penilaian, dan 45% sisanya untuk menjalankan apa saja.
Hal teknis di atas terkait dengan ketrampilan kita dalam menulis siaran pers, membuat laporan liputan media atau mendokumentasikan kegiatan sedangkan analisis adalah kegiatan yang membutuhkan intligensia tentang bagaimana menghadapi/ menanggapi opini publik, membaca kecenderungan, atau merumuskan permasalahan berdasarkan berbagai data yang dimilikinya.
Pemaparan di atas memang tidak secara spesifik berkaitan dengan fungsi dan tugas seorang media relations officer, melainkan penekanan pada kompetensi seorang PR yang selain harus memiliki kemampuan teknis juga harus menguasai dan mampu membuat sebuah analisa akan perkembangan opini publik atau perusahaan/ organisasi. Kembali lagi kepada definisi media relations, secara teori media relations adalah berhubungan dengan para wartawan dalam upaya untuk membina hubungan yang baik dengan media siaran, cetak, dan online. Dari sini Media Relations Officer bisa juga disebut sebagai perpanjangan tangan PR dalam membina hubungan baik dengan media massa. Melihat tugas media relations tersebut jelas bahwasannya peran seorang media relations dalam menyukseskan program dan perencanaan strategi PR menjadi sangat penting walaupun tetap saja bisa disebut sebagai seorang executor dari program-program PR.

3.      Urgensi media
Urgensi media dalam komunikasi tidak selamanya bersentuhan dengan hal - hal yang kongkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitasnya. Karena itu media memiliki andil untuk menjelaskan hal - hal yang abstrak dan menunjukan hal - hal yang tersembunyi. Ketidak jelasan atau kerumitan,  dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal - hal tertentu media dapat mewakili kekurangan seseorang dalam mengkomunikasikan materinya. Namun perlu diingat bahwa peranan media tidak akan terlihat apabila penggunaanya tidak sejalan dengan esensi tujuan  yang telah dirumuskan. Karena itu tujuannya harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Sebagai pentingnya peran media dalam pengajaran, namun tetap tidak bisa menggeser peran
seseorang,  karena media hanya berupa alat bantu yang memfasilitasi seseorang dalam pengajaran. Oleh karena itu tidak dibenarkan menghindar dari kewajibannya sebagai pengajar untuk tampil di hadapan orang – orang dengan seluruh kepribadiannya.
Dalam proses belajar, fungsi media menurut Nana Sudjana yakni:  Penggunaan media dalam proses belajar, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar yang efektif, Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi belajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan, Media dalam pengajaran penggunaannya bersifat integral dengan tujuan dan isinya, Penggunaan media bukan semata - mata sebagai alat hiburan yang digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian khalayak, Penggunaan media dalam proses pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar dan membantu khalayak dalam menangkap pengertian yang diberikan, Pengguna media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar.
Lebih detail lagi penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah:
Menarik perhatian khalayak, Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran, Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis ( dalam bentuk kata - kata tertulis atau lisan), Mengatasi keterbatasan ruang, Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif, Waktu pembelajaran lebih dikondisikan, Menghilangkan kebosanan seseorang dalam belajar, Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu/ menimbulkan gairah belajar, Melayani gaya belajar yang beraneka ragam, Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan seseorang dalam kegiatan pembelajaran.
Peran
seseorang dalam inovasi dan pengembangan media pengajaran sangat diperlukan, dapat dikatakan sebagai pemain yang sangat berperan dalam proses belajar, yang hendaknya dapat mengolah kemampuannya untuk membuat media pengajaran lebih efektif dan efisien. Perkembangan jaman yang begitu pesat dewasa ini membuat khalayak semakin akrab dengan berbagai hal yang baru, seiring dengan perkembangan dunia informasi dan komunikasi. Dengan demikian penggunaan media dalam pengajaran merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Hal ini dapat dipahami mengingat proses belajar yang dialami seseorang tertumpu pada berbagai kegiatan menambah ilmu dan wawasan untuk bekal hidup di masa sekarang dan masa akan datang. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah bagaimana menciptakan situasi belajar yang memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada diri seseorang dengan menggerakkan segala sumber belajar dan cara belajar yang efektif dan efisien. Dalam hal ini, media pengajaran merupakan salah satu pendukung yang efektif dalam membantu terjadinya proses belajar.
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi di Amerika membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi. Gegne mengatakan bahwa media adalah  jenis komponen dalam lingkungan khalayak yang dapat meransangnya untuk belajar. Sementara Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta meransang khalayak untuk belajar.  Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. Apa pun batasan yang diberikan, ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat meransang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Urgensi media dalam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan ini bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh seseorang tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran seseorang itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini, pengajar lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi, seseorang sebaiknya secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar, berupa lingkungan. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, maka proses belajar pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (isi atau materi ajar) dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Penyampaian pesan ini bisa dilakukan melalui simbol-simbol komunikasi berupa simbol-simbol verbal dan non-verbal atau visual, yang selanjutya ditafsirkan oleh penerima pesan (Criticos, 1996).
Urgensi Media dan Public RelationsPembicara : Ipung Purwanto, S.Sos dalam Sebuah media dapat menjadi senjata, sahabat, maupun musuh. Ketika kita menguasai media, kita mampu melakukan apapun. Media diposisikan sebagai “padang bermata dua”.Media merupakan cara yang efektif untuk membangun, menjaga, dan meningkatkan citra atau reputasi organisasi di mata stakeholder. Media juga sebagai perpanjangan tangan suatu institusi untuk berbicara dengan publik.Cara meningkatkan hubungan menggunakan media :1. Mempunyai contact person2. Mengenal secara personal3. Kontak rutin4. Sampaikan informasi informal sebelum resmi5. Pelihara pertukaean informasi yang terbuka dan realistisFungsi media :1. Mendidik2. Mengawasi3. Menginformasi4. Menghibur5. MemobilisasiHal-hal penting public relations-media masa1. The editorial policy (Kebijakan Redaksional)ketentuan yang disepakati oleh redaksi media massa tentang kriteria berita atau tulisan yang boleh dan tidak boleh dimuat atau disiarkan, juga kata, istilah, atau ungkapan yang tidak boleh dan boleh dipublikasikan, sesuai dengan visi dan misi media. Dalam media radio/TV, kebijakan redaksi soal penggunaan bahasa dituangkan dalam standar kata siaran. Di media cetak (suratkabar, majalah, tabloid), kebijakan itu dirinci dalam ”buku gaya bahasa” (style book) atau buku pedoman penggunaan standar kata/ bahasa untuk keseragaman penulisan. Gaya penulisan itu harus ditaati oleh wartawan agar terjadi keseragaman dalam teknis penulisan kata-kata, gaya bahasa atau kalimat, dan istila (Salachuddin, 2008).2. Publication Frequency (frekuensi publikasi)Artinya naskah publikasi dilakukan/diterbitkan setiap berapa kali per satuan waktu.3. Copy dateYaitu batas waktu dan tanggal pemasokan berita ke media massa, termasuk untuk isu berita mendatang. Tergan­tung frekuensi dan proses pencetakan (Yusuf, 2011).4. Printing processyaitu jenis pencetakan media massa yang digunakan seperti letterpress (relief), photogravure (intaglio), lithography (planografi), flexography,silk screen (stencil), offset litho atau cetak jarak jauh yang kini mulai populer di berbagai belahan dunia Yusuf, 2011).5. Readership profileMerupakan bagian penting dari proses marketing untuk melakukan riset pasar dalam rangka membangun profil customers.6. Distribution methodYaitu cara penyebaran media tersebut. Misahnya, dijual eceran di toko buku, eceran langsung di ter­minal, rumah ke rumah, atau berlangganan.
Menurut Association for Education and Communication Technologi (AECT) media adalah segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.  Sedangkan National Education Association (NEA) menyatakan bahwa media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrument yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional. Vernon S. Gerlach dan Donald P. Ely, menegaskan bahwa media adalah sumber belajar. Secara luas dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang membuat kondisi khalayak mungkin memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pengajaran. Sering kali kata media digunakan secara bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Hamalik, dimana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi.
Berdasarkan uraian beberapa batasan tentang media di atas, dapat dikemukakan ciri-ciri umum yang terkandung didalamnya yaitu
; Media ini memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hard ware (perangkat keras) yang dapat di lihat, didengar atau diraba dengan panca indera, Media memiliki pengertian non fisik yang di kenal sebagai software (perangkat lunak) yang berupa kandungan pesan, Penekanan media terdapat pada audio dan visual, Media ini jug memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun diluar, Media digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi khalayak dalam proses belajar, Media dapat digunakan secara massa dan individu, Sikap, perbuatan, organisasi, strategi dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.
Landasan Teoritis penggunaan media memperoleh pengetahuan dan keterampilan, perubahan sikap dan prilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Brunner ada tiga tingkatan modus utama belajar yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktoral/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak ( simbolik).
Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience
.
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di linkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambing verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak  semakin abstrak media penyampaian pesan itu.  Dasar pengembangan bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan-jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberi kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu ( learning by doing ).  Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti chart,grafik atau kata.
 Ciri- ciri media Menurut Gerlach dan Ely mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang layak digunakan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: Fiksatif (fixative property) Media pembelajaran mempunyai kemampuan untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa/objek, Manipulatif (manipulative property) Transformasi kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada khalayak  dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording, Distributif (distributive property)
Memungkinkan berbagai objek ditransportasikan melalui suatu tampilan yang terintegrasi dan secara bersamaan objek dapat menggambarkan kondisi yang sama pada siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama tentang kejadian itu.
Media pembelajaran adalah, suatu cara, alat, atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan berlangsung dalam proses pendidikan. Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar mermbangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap khalayak. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian media  adalah sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan khalayak sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.

4.      Konsep media relation
Mengutip definisi PRSSA, Stanley J Baran 92004, 361) Mendeefinisikan media relation “ sebagai The Public Relation Profesional Maintain Good relation with professional in the media understand their deadlines and other restrains, and earn their trust. Philip Lesley (1991: 7 memberikan Definisi media relation sebagai hubungan dengan media komunikasi untuk melakukan publisitas atau mersepon kepentingan media terhadap kepentingan organisasi. Yosal Iriantara (2005:32) mengartikan media relation merupakan bagian dari public relation eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dengan public untuk mencapai tujuan organisasi. 
TUJUAN PENGGUNAAN MEDIA DALAM PR
1.      Membantu mempromosikan dan menigkatkan penjualan produk dan jasa
2.      Menjalin komunikasi berkesinambungan
3.      Meningkatkan kepercayaan public
4.      Meningkatkan citra baik perusahaan/ organisasi
TUJUAN MEDIA RELATION 
Bila suatu perusahaan menjalankan program media relation, pada umumnya adalah perusahaan yg sangat membutuhkan dukungan media massa dalam pencapaian tujuan organisasi, cecara rinci tujuan media relation menurut Rachmadi dan Diah Wardani :Untuk memperoleh publisitas seluas mungkin mengenai kegiatan serta lembaga, Untuk memperoleh tempat dalam pemberitaan media, Untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat mengenai upaya dan kegiatan organisasi, Mewujudkan hubungan yg stabil dan berkelanjutan yg dilandasi oleh saling percaya.
MANFAAT MEDIA RELATION
Hubungan yg tercipta baik antara organisasi dg media yang diwakili oleh praktisi PR diharapkan akan lebih positif, sehingga akan terlihat manfaat dari adanya media relations, Yaitu:
  1. Membngun pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab organisasi dan media massa
  2. Membangun kepercayaan timbal balik dengan prinsip saling menghormati, menghargai, kejujuran serta kepercayaan
  3. Penyampaian informasi yg akurat, jujur dan mampu memberikan pencerahan bagi public.
PRESS RELATIONS menjadi MEDIA RELATIONS
Menurut kepustakaan lama PR, istilah umum yang dipergunakan untuk hubungan dengan media adalah Press Relation atau hubungan pers. Istilah pers sendiri juga sering diidentikan dengan media cetak. Bahkan banyak kegiatan dalam media relation menekankan betul pada penjalinan hubungan baik dengan media cetak tersebut. Istilah Press Relations masih banyak dipergunakan sampai saat ini termasuk untuk menggambarkan hubungan dengan media penyiaran atau online. Dengan banyaknya media diindonesia timbul fenomena “Dunia Sesak Media” (Media Saturated World), kenyataan inilah yang dalam dunia PR dinamakan sebagai Media Relation. diberbagai Negara istilah media relation dipergunakan sebagai nama salah satu unit pada bagian atau departemen PR nya. Saat ini semua bagian dari sebuah organisasi atau perusahaan yang memiliki departemen ke PR-nya menyebut Divisi yang berhubungan dengan Pers disebut Media Relation.  Suatu orgnisasi kerap dilukiskan sebagai satu organisasi hidup. Karena itu organisasi dipandang berdasarkan siklus hidup satu organisme. Ada saat kelahiran, keremajaan, kematangan dan kemudian memasuki masa jompo untuk akhirnya mati. Cara pandang terhadap organisasi yang seperti itu, membuat kita mengenal konsep tahapan perkembangan organisasi.
Dalam dunia PR sering dinyatakan bahwa PR adalah fungsi manajemen satu organisasi, maka selama organisasi tersebut ada maka PR pastilah ada. Bisa jadi memang tidak ada divisi PR dalam organisasi itu, namun fungsi PR sebagai fungsi manajemen organisasi tentulah ada. 
Peranan Media Relation : Media relation sebagai bagian dari PR tentu saja mengikuti langkah-langkah standar PR. Standar kegiatan atau proses PR meliputi: Pengumpulan fakta (fact finding), dengan cara penelitian, menganalisis pemberitaan media (trend analysis), merumuskan permasalahan berdasarkan hasil penelitian atau kajian, Perencanaan dan penyusunan program, berdasarkan permasalahan yang sudah dirumuskan, Menjalankan rencana dengan tindakan komunikasi, dan Evaluasi terhadap semua rangkaian kegiatan dan program PR.
Preoses PR dapat saja dijalankan sebagai salahsatu strategi komunikasi yang dijalankan organisasi, artinya setelah kita merumuskan permasahan, menganalisis kemungkinan penyelesaiannya dan merumuskan kebijakan yang diambil, didalamnya sudah diperhitungkan dimensi Media Relations evaluasi tersebut pada umumnya untuk melihat pengaruh jangka pendek (keluaran program dan pengaruh jangka panjang (dampak program). Sebagai salah satu unit kerja atau fungsi pada departemen PR maka dengan sendirinya apa yang dilakukan dlm Media Relation mengacu pada tugas pokok dan fungsi PR dalam organisasi. Dalam menjalankan kegiatan atau program, seorang MR adalah Handcraft dan Brain craft. Tidak hanya menguasai kemampuan teknik saja seperti menulis siaran pers atau menyiapkan materi presentasi untuk konfrensi pers, tetapi juga kemampuan membaca dan menganalisis opini public dan menyiapkan tindakan yg diperlukan bila ternyata opini public tersebut kontra produktif atau negative bagi organisasi. Secara spesifik, dibawah ini merupakan konpetensi PR yang harus dimiliki dalam menjalankan aktivitas, media relation, yaitu: kemampuan menulis dengan bahasa jurnalistik yang baik & membuat konsep pidato, wawsan yang luas melalui pemahaman perkembangan isu dimedia & masyarakat & hal lain dengan media, menguasai pengetahuan komunikasi persuasi dan personal, menguasi produk/corporate knowledge,  menguasai komunikasi yang efektif, memiliki kemampuan sebagai narasumber media yang kredibel. 
5.      Peran media massa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, media berarti sarana atau alat, media massa berarti sarana komunikasi bagi masyarakat bisa berupa koran, majalah, tv, radio, internet, telepon, dsb. Media cetak yaitu alat komunikasi massa yang diterbitkan dalam bentuk cetakan seperti koran atau majalah. Media elektronik berarti media yang berupa elektronik seperti tv dan radio ( Fajri & Senja, 2003:557). Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002). Media massa terdiri dari media cetak, media elektronik, dan media online. Media cetak itu seperti koran, majalah, suratkabar, tabloid, buku, dsb. Media elektronik yaitu tv, radio, dan film. Media online adalah informasi yang kita dapat melalui internet(cyber).

            Peranan Media Massa
Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran yang dimainkan media massa selama ini, yakni : Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan / promosi, Sumber kekuatan : alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat, Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat, Wahana pengembangan kebudayaan : tatacara, mode, gaya hidup, dan norma, Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.

Fungsi Media Massa
Fungsi media massa sejalan dengan fungsi komunikasi massa sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut: Harold D. Laswell: Informasi (to inform), Mendidik (to educate),Menghibur (to entertain). Wright: Pengawasan (Surveillance), terhadap ragam peristiwa yang dijalankan melalui proses peliputan dan pemberitaan dengan berbagai dampaknya, Menghubungkan (Correlation), mobilisasi massa untuk berpikir dan bersikap atas suatu peristiwa atau masalah, Transmisi Kultural (Cultural Transmission), pewarisan budaya, sosialisasi, Hiburan (Entertainment). De Vito: Menghibur, Meyakinkan, Menginformasikan, Menganugerahkan, Membius, Menciptakan rasa kebersatuan.

Pengaruh Media Massa terhadap Masyarakat
Media massa mempunyai peran dan fungsi sehingga media massa dapat member pengaruh terhadap masyarakat, baik pengaruh negatif maupun positif. Dari segi negatif, misalnya iklan rokok yang menarik akan membuat anak-anak yang melihatnya tertarik untuk mengonsumsi rokok. Acara-acara TV yang isinya menggunakan tipuan mata, aksi, atau hal-hal yang ekstrem member dampak buruk bagi penonton yang mungkin akan menirunya. Seperti tayangan sportainment di salah satu stasiun TV swasta beberapa tahun lalu yang sempat heboh karena ditiru oleh anak-anak yang berakibat adanya kematian dan kecelakaan. Terkadang juga masih banyak media-media yang menampilkan gambar-gambar atau berita yang terlalu vulgar (porno). Pemberitaan media yang salah juga dapat mempengaruhi perspektif masyarakat terhadap suatu masalah yang dibahas. Media massa merupakan sarana yang besar pengaruhnya terhadap masyarakat. Meskipun tidal semua berita dari media itu benar 100%.
Sedangkan dari sisi positifnya media massa mempengaruhi masyarakat adalah misalnya sebagai media sosialisasi yang paling efektif. Media massa juga membuat aspirasi mayarakat lebih mudah tersampaikan dengan banyaknya rubrik opini di berbagai media cetak. Bakat-bakat masyarakat khusunya anak muda juga lebih banyak diekspos oleh media massa sehingga mendapat apresiasi yang bagus dari masyarakat lain. Media massa juga membuat masyarakat di daerah lain yang jauh mengetahui informasi atau berita dari suatu daerah yang berbeda. Pengetahuan masyarakat juga semakin luas dengan adanya media massa. Dengan banyaknya media massa juga membantu dengan terciptanya banyak lapangan kerja seperti jurnalis, penjual koran, dll.

6.      Institusi media
 Seluruh dunia kini sedang memasuki abad informasi dan masyarakat manusia dalam proses menjadi masyarakat informasi. Menurut Muis, abad atau masyarakat informasi dapat juga disebut sebagai abad revolusi informasi (A. Muis, 2001: 11-12). Paling tidak, konsep-konsep ini memiliki hubungan antara satu dan lainnya. Jelasnya, dalam konsep ini, semua bidang kehidupan akan semakin bergantung kepada informasi. Oleh karena, perkembangannya yang demikian spektakuler, maka pada level tertentu abad ini dapat disebut sebagai abad revolusi informasi.
Perubahan besar tersebut sebagai akibat perubahan besar dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, yang berkembang semakin canggih. Kemajuan itu pun tidak hanya berciri vertikal, tetapi juga berdimensi horizontal. Kini tidak ada lagi pelosok dunia yang tidak terjangkau oleh komunikasi canggih (global syndrome). Proses globalisasi hasil-hasil teknologi komunikasi canggih merupakan kejadian atau perubahan besar yang hampir tidak memberikan kemungkinan kepada semua negara untuk menolaknya. Revolusi informasi, sebagai tampak dewasa ini, memang sedang menggetarkan sendi-sendi masyarakat di seluruh dunia. Gemanya semakin terasa di semua negara yang sedang berkembang. Hal itu dapat dilihat pada kenyataan semakin menyebarnya hasil-hasil teknologi komunikasi canggih di semua negara. Semua bangsa semakin merasakan derasnya tiupan badai revolusi informasi dan komunikasi dan semakin besarnya kebergantungan berbagai segi kehidupan umat manusia pada informasi. Di masa mendatang, menurut Muis, kemajuan teknologi komunikasi informasi akan mengalami loncatan-loncatan yang lebih jauh. Kecanggihan teknologi komunikasi informasi dapat diramalkan terus berlanjut. Banyak pengamat masalah komunikasi mengungkapkan, cepatnya pertumbuhan teknologi komunikasi informasi itu belum bisa diketahui kapan akan mereda. Yang jelas, urai Muis, perubahan itu akan terus menimbulkan kegoncangan-kegoncangan dan pergeseran-pergeseran pada sistem komunikasi yang ada di dunia ini (2001: 14).
Kemajuan teknologi komunikasi informasi ini, selain membawa nilai-nilai yang positif, juga membawa nilai-nilai negatif. Tidak dapat disangkal, banyak nilai negatif yang dapat mempengaruhi pola pikir dan prilaku seseorang. Kemajuan teknologi media, misalnya, telah menimbulkan interaksi nilai dan budaya yang sangat tinggi antar berbagai bangsa dan negara di dunia. Melalui media; orang, bangsa, dan negara bisa saling melihat dan berinteraksi dalam banyak hal sehingga akan terjadi saling pengaruh mempengaruhi. Dengan demikian, dalam hingar bingar kemajuan teknologi komunikasi informasi, media massa dan peranannya dalam mempengaruhi masyarakat, patut mendapat perhatian dan dikaji secara berkesinambungan.

Media Massa: antara Institusi dan Industri
Tatkala pertama kali menyaksikan sebuah film atau mendengarkan sebuah CD, seseorang mungkin terkadang bingung dan bertanya mengapa seorang artis, direktur, aktor, musisi, atau satu gaya khusus, melakukan atau menampilkan sesuatu yang di luar harapan dan perkiraan. Di belakang pertanyaan itu, ada dugaan bahwa satu perusahaan media telah menentukan ending baru atas sebuah film atau membujuk satu kelompok musik untuk menggunakan seorang produser baru. Persoalan yang ingin dikemukakan di sini adalah bagaimana memahami fenomena ini? (Gill Branston dan Roy Stafford, 2003: 132). Jika kajian media mengadopsi prinsip-prinsip pengarang, sebagai cara memahami teks, maka jawaban atas pertanyaan tersebut menjadi sederhana, “temui dan tanya sang artis”. Tetapi, kajian media tidak dapat melakukan dengan cara yang sederhana seperti itu, karena satu produksi media pada pokoknya merupakan proses industrial-komersil dan berada dalam konteks sosial, politik, dan budaya. Untuk menggambarkan pengaruh tipe proses produksi yang digunakan dan konteks produksinya, hal itu terkait dengan dengan apa yang disebut sebagai “kelembagaan”.
Konsep “institusi” dalam kajian media kadang-kadang tumpang tindih dengan konsep “industri” (Gill Branston dan Roy Stafford, 2003), yang pada dasarnya dapat dipisahkan. Konsep institusi berkaitan dengan ide-ide yang diambil dari sosiologi, psikologi, dan politik. Karenanya, aspek-aspek kelembagaan aktivitas media seringkali sulit dimengerti, karena berkait dengan proses dan hubungan yang kurang nyata dibanding lembaran-lembaran neraca perusahaan atau kontrak-kontrak pekerjaan. Di sinilah, letak perlunya aspek institusi dan industri dari sebuah media dikaji dan dipahami terlebih dahulu sebelum lebih jauh melakukan kajian media dari berbagai sudutnya. O’Sullivan mengatakan, sebagaimana ditulis Gill Branston dan Roy Stafford, bahwa secara general institusi adalah pengaturan yang bersifat tetap dan struktur yang diorganisasikan dari satu masyarakat, sumber-sumber kode sosial utama, aturan dan hubungan, yang memaksa dan mengendalikan individu-individu dan kepribadiannya, berdasarkan prinsip dan nilai pokok yang ditekankan menurut praktek budaya dan sosial yang diorganisir dan dikoordinasikan (2003: 183). Manusia, seluruhnya berkembang dalam institusi-institusi yang berbeda. Beberapa di antaranya, ‘formal’, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan sistem perundangan. Kita adalah bagian dari institusi-institusi ini. Dalam institusi-institusi formal seperti ini, kita tahu apa yang kita harapkan dari pelayanan yang dapat mereka berikan; tahu bagaimana bertingkahlaku di dalamnya; dan membagi semacam toleransi dan kadang-kadang menjadi aktif menghadapi nilai-nilainya. Selain institusi formal tersebut, terdapat juga institusi sosial seperti keluarga, gereja, atau hanya sekadar sekelompok orang berteman yang bertemu dalam aktivitas sosial. Dalam kelompok ini juga, tingkah laku dikontrol atau diatur, meski ide dan nilai memungkinkan untuk dibagi.
Menjelaskan media, Jeffress dalam bukunya, mengemukakan istilah institusi sama dengan organisasi (1986: 65-66). Media massa menurutnya, sangat banyak dan bervariasi. Mereka berpola bersama-sama dengan organisasi-organisasi tambahan semacam jaringan TV. Persoalannya bagi Jeffress dalam hal ini adalah bagaimana karakteristik institusi komunikasi massa dan bagaimana hubungannya dengan institusi lain seperti keluarga, pemerintah atau ekonomi? Suatu masalah yang memang selalu menyertai pembahasan media baik sebagai institusi atau organisasi, maupun sebagai industri. Proses-proses institusional diorganisasikan, disistimatiskan dan stabil. Dalam organisasi, peran-peran dikhususkan dan berhubungan di antara sesama mereka yang dilukiskan dengan jelas; sebagai contoh, oleh para reporter dan editor yang bekerja memerankan peran dengan harapan tertentu. Tugas relevan yang ditampilkan dalam organisasi media dikhususkan dan media tetap eksis di luar kehidupan partisipan individu manapun. Betapa pun, institusi komunikasi massa adalah kompleks, terkait dengan banyak institusi lain seperti institusi politik, budaya, dan ekonomi. Demikian pula, media massa tidak dapat dipandang hanya semata-mata sebagai satu komponen dari industri pengetahuan, tetapi juga sebagai satu sumber utama hiburan murah. Dengan begitu, ia dapat pula dipandang sebagai bagian dari apa yang disebut sebagai industri yang menyenangkan. Karenanya, dalam era modern sekarang ini, media telah berkembang menjadi salah satu dari dua industri yang paling besar dan luas jangkauannya.
Sebagai saluran komunikasi politik dan atau sebagai institusi politik dalam banyak masa dan tempat, media dapat meraih posisi sebagai kekuasaan keempat (the fourth estate). Tetapi, sebagai sebuah industri masalahnya menjadi lain. Peranannya sebagai sebagai kekuasaan keempat sewaktu-waktu “tercecer” ketika media harus tawar menawar dengan kekuatan pasar dan kekuasaan. Sebagai industri, media sangat terkait dengan fungsi bisnis. Karenanya, walaupun sulit dipisahkan antara aspek institusi dan industri dari sebuah media, tetapi dua aspek media tersebut, jelas punya batas-batas masing-masing.
Fungsi media massa menurut Charles R. Wright, seperti dikutip Wiryanto (2000: 11-12) ada empat, yaitu: Surveillance, yakni fungsi pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik di luar maupun di dalam masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan apa yang disebut ‘handling news, Correlation, meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadian-kejadian. Untuk sebagian, fungsi ini diidentifikasikan sebagai fungsi editorial atau propaganda, Transmission, menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai, dan norma-norma sosial budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Fungsi ini diidentifikasikan sebagai fungsi pendidikan, Enterteinment, menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikatif yang dimaksudkan untuk memberikan hiburan tanpa mengharapkan efek-efek tertentu.
   Selain fungsi-fungsi teknisnya, media massa juga memiliki kemampuan untuk mentransformasikan proses-proses politik dan memenangkan revolusi politik, merubah esensi representasi politik, dan memodifikasi sistem politik. Tetapi, pengaruhnya tersebut, meski penting dan memiliki jangkauan yang luas, kurang signifikan dibanding seluruh pengaruh media dalam memelihara sistem politik itu sendiri dan memperbarui dukungan untuk bangunan ekonomi dan sosial yang melatarbelakanginya (James Curran, Anthony Smith, dan Pauline Wingate, 1987: 143). Masyarakat manusia selalu memiliki cara mengekspresikan ide-ide dan emosi-emosi melalui saluran-saluran seperti penceritaan kisah, tari, musik, dan seni. Media modern telah meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut berkenaan dengan realisme, reproduksi, dan distribusi terhadap audiens massa. Dalam pada itu, media massa tidak hanya meningkatkan kemampuan manusia untuk mengekspresikan apa yang dipikir dan dirasakannya, tetapi juga telah memanfaatkan media untuk banyak tujuan dan kepentingan. Sisi lain, memang secara natural, media membawa pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kehidupan manusia. Untuk menjelaskan situasi komunikasi di suatu negara atau di suatu kurun waktu, maka tidak bisa tidak harus dilihat bagaimana kondisi umum di negara tersebut. Media massa adalah bagian dari sistem masyarakat di mana ia berkembang. Ia hanyalah organ dari suatu batang tubuh besar bernama negara. Tetapi, tentu saja selain sekadar menjadi bagian dari sistem, media massa juga bisa memberikan kontribusi yang cukup penting dalam mengkondisikan perubahan dalam suatu masyarakat. Memakai analogi yang lain, media diharapkan tidak hanya menjadi “barometer”, tapi juga “ pengatur suhu” masyarakat.
Idealnya, menurut Marwah Daud (1995: 86), media komunikasi harus mampu berfungsi sebagai penggerak dari seluruh aktivitas politik. Politik yang dimaksud di sini adalah dalam pengertian luas di mana setiap warga negara dilihat sebagai bagian penting dalam perjalanan hidup suatu bangsa. Jadi, bukan politik dalam artian sempit, yang semata berurusan dengan kegiatan politik formal, apalagi dengan mereduksinya menjadi sekadar membincangkan institusi peserta pemilu. Media komunikasi diharapkan mempunyai andil dalam mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk bisa menjalankan fungsi ini, media massa harus merefleksikan sebanyak mungkin wajah yang ada dalam masyarakat, mengangkat sebanyak mungkin dimensi yang ada dalam negara, dan harus bisa memasuki relung kehidupan di sebanyak mungkin lorong republik. Dengan kata lain, media komunikasi diharapkan dapat menghimpun segenap serpihan pendapat yang berserakan dalam masyarakat dan menyusunnya dalam konfigurasi mosaik yang menawan dan bermakna.
Sayangnya, kelemahan-kelemahan media massa masih sering dijumpai, baik dalam tatanan regional, nasional maupun dalam tatanan global.  Kelemahan-kelemahan media yang patut mendapat perhatian, antara lain: pertama, sistem komunikasi nasional dan global masih berpola vertikal dan timpang. Yang terjadi adalah monolog dengan “kesempatan” bicara lebih besar pada kalangan yang maju dan berkuasa. Isi pesan masih sangat didominasi oleh negara maju.  Kedua, media massa terutama televisi yang jangkauannya kian luas, masih mengembangkan fungsi hiburan. Fungsi pendidikan dalam artian terencana dan luas, jika tepat disebut begitu, terasa begitu kerdil. Media elektronika, terutama televisi, dijejali dengan film hiburan, musik, dan semacamnya. Ketiga, media massa tampak lebih menghidupkan sikap konsumtivisme dan hedonisme, belum mendorong secara meyakinkan munculnya inisiatif rakyat untuk meningkatkan produktivitasnya. Gambaran di media massa terkesan masih memperlihatkan cara hidup mewah. Keempat, kemajuan teknologi komunikasi terkesan elitis, lebih dan kian menguntungkan segmen kecil dari masyarakat. Dari segi isi, media cenderung meng”cover” elit, penguasa, dan orang glamour. Kondisi, aspirasi, dan problema hidup dari golongan bawah dengan segala romantikanya terkesan tak mendapat sentuhan memadai (Marwah, 1995: 80-81).
 Media massa memang selalu diperhadapkan pada banyak pilihan dan situasi bahkan mungkin tekanan dari pihak tertentu. Media massa berada antara keleluasaan dan ketidakbebasan. Menghadapi pilihan-pilihan tersebut, media diperhadapkan pada dua hal, yaitu: pertama, mengorbankan idealisme dan atau, kedua, sadar untuk menghasilkan isu-isu yang penting dan bermanfaat bagi masyarakat.


1 komentar:

  1. Casinos Near The Stars Casino in Scottsdale, AZ - JTM Hub
    Find the best Casinos 광주광역 출장안마 Near The Stars Casino, Hotels, 통영 출장샵 & Hotels 경상남도 출장샵 in Scottsdale, AZ. Find your perfect getaway, 남원 출장안마 hotel, spa, 광양 출장샵 and more.

    BalasHapus